J’ecris parce que J’aime ca
“Seberapa burukpun tulisan kamu, jangan berhenti menulis”
Kata-kata itu saya lupa pernah
membaca, atau pernah mendengar di mana. Tapi efeknya luar biasa sampai
sekarang. Semakin banyak menulis, semakin kita paham di mana letak kesalahan
tulisan kita. Semakin banyak membaca, makin mengerti ada banyak kepala yang
bisa menuangkan ide luar biasa dan tulisan indah melalui jari jemari mereka.
“Sigh, tulisan gue gak ada
apa-apanya”
Biasanya berawal dari gumaman
semacam itu yang membuat kita seketika down,
dan ogah nulis lagi. Ini yang bahaya,
syndrome ‘menyerah sebelum berusaha’.
Bagi penulis pemula macam saya,
gejala-gejala semacam itu sudah pasti ada dan sangat biasa. Malu memposting
tulisan yang ternyata (menurut kita) ‘buruk rupa’. Enggan memulai bagaimana
mengawali tulisan seperti tulisan si ini, si anu. Ya ya yaaa… itu lumrah, wajar
saja. Tapi jika kita sempat berpikir mungkinkah penulis terkenal macam Stephen
R. Covey, Enid Blyton, J.K Rowling, Stepahine Mayer, Nisholas Sparks atau kita
lihat karya penulis legendaris Pramoedya, setara Gol A Gong, Andrea Hirata dan nama-nama
besar lain mereka langsung bisa menulis se-menakjubkan itu? Tentu saja tidak.
Tapi tetap saja menulis itu tidak
mudah, bingung menentuka tema, stuck di tengah-tengah cerita, terlalu banyak
ide sehingga kabur dan tak bisa disatukan semua, bagaimana membuat awal dan ending
cerita, memberi judul, bahkan menulis kalimat awal saja sering jadi penghambat
dalam proses menulis. Tidak hanya itu, masih ada lagi alasan yang lebih bisa
menjadi senjata pamungkas, ‘sibuk’. Tidak punya waktu untuk menulis adalah
alasan paling ampuh yang dibuat untuk menghibur diri sendiri demi melihat sudah
beberapa bulan blognya karatan.
Beberapa teman sering mengeluh “Susah
mendapatkan ide, padahal saya ingin sekali menjadi penulis terkenal”. Ada lagi
yang bilang “Gue susah bikin kalimat awal di cerpen gue, ay” atau “Gue gak bisa
bikin dialog yang keren, yang oke, yang enak dibaca. Makanya malas lagi menulis”
Hmm, alasannya beragam dan hampir
sama. Sama dengan saya, maksudnya. Tapi, jika mengeluh itu tidak disertai
dengan menulis, lah, percuma kali. Sudah
mengeluh, tidak bisa begini, tidak bisa begitu, tapi buka laptop cuma online dan ber-haha-hihi di jejaring
sosial mah sama aja kali.
sering-sering blog walking itu seruuuu...!!! |
Manfaatkan media online dengan membuka blog-blog teman
yang aktif menulis misalkan, zaman secanggih ini jika membeli buku tidak mampu,
atau malas. Kita bisa mendownload e-book
novel-novel yang memang sudah disediakan penulisnya untuk bisa diunduh. Gampang
kan?
Selain banyak membaca buku yang menjadi satu-satunya kunci menjadi penulis. Membaca beberapa karakter tulisan
di timeline twitter-pun, lumayan. Banyak kosakata, diksi yang bisa kita curi
setiap hari. Lantas tidak sampai di situ, kita coba mulai menulisnya
sedikit-sedikit, biar jelek yang penting nulis. Kalau malu diposting, jadikan
saja koleksi pribadi yang setiap hari kita koreksi, kan bisa.
Saya punya banyak draft cerpen
hingga puluhan yang sampai saat sekarang belum berhasil diselesaikan. Cari ide
lagi, alasannya. Tidak apa, memang begitu cara satu-satunya menjadi penulis
pemula.
Sharing dan berkumpul dengan komunitas menulis yang ‘sealiran’
dengan kita itu akan sangat berpengaruh dan memiliki banyak manfaat, tentu saja
waktu luang. Berbincang dan bertukar tulisan, sama-sama mengkritik dan belajar
dari pendapat teman. Terbiasa melakukan hal-hal semacam itu, akan sangat
menyenangkan.
Yuk, giat menulis lagi, jangan berhenti!
Akan ada
banyak saya buat tulisan semacam ini, nanti jika ada waktu luang lagi. Sebab bentrok
dengan jadwal syuting dan kurang tidur adalah alasan klise saya yang paling
bisa diandalkan, haha selamat siang.
3 Comments
ok...semangat :D
BalasHapusHahahaha aku banget tuh, ay.
BalasHapusKadang ide muncul pas di kamar mandi, keluar kamar mandi ilang deh
Hahahhaha
all: samaaa, pun aku. adaaa aja alasan untuk tidak menulis dalam jangka waktu lama. ckckck
BalasHapusSilahkan tinggalkan pesan di sini: