Seberapa
dekat hubungan kamu dengan saya(?)
Seberapa
berkesan masa lalu kamu, dulu(?)
Iya,
barangkali ada beberapa kenangan yang tak bisa kamu lupakan begitu saja dengan
seseorang masa lalu. Iya, dia jauh lebih dulu mengenal kamu dekat sebelum saya.
Tapi hey, itu adalah masa lalu.
Saya
pernah membuat tulisan tentang sebuah masa lalu, masa lalu itu tidak untuk
dilupakan karena dengan sendirinya ia akan hilang. Tapi bagaimana akan hilang
ketika kamu masih rajin mengunjungi masa lalu kamu. Rutin.
Saya,
salah satu perempuan yang masuk golongan tidak punya banyak mantan pacar, tapi
seseorang di masa lalu itu banyak. Seseorang di masa lalu selalu seru untuk
diingat, tetapi rasanya saya tidak sebodoh itu. Saya memiliki seseorang
sekarang di hidup saya. Seseorang yang mati-matian ingin saya bahagiakan
hidupnya. Masa lalu? Ya hanya masa lalu.
Dear
mantan,
Saya
tidak bisa mengunjungimu walau sekali, sebab kamu sudah tidak ada di sini, di
hati saya. Sedikitpun.’
Iya,
ada banyak sekali kenangan yang saya sudah lalui bersama kamu. Iya, kamu lebih
dulu mengenal saya dekat, daripada seseorang yang ada di samping saya sekarang.
Tapi, kamu hanya masa lalu, yang sudah tidak lagi ada. Tidak pernah lagi.
…
Saya,
bukan termasuk perempuan yang banyak aturan pada pasangan. Tapi saya memiliki
cemburu yang sangat banyak, meski rasa sayang tetap lebih banyak dari itu.
Ketika
saya dekat dengan seseorang, saya tidak pernah bisa membuat aturan ini itu. Termasuk
dia yang masih menghubungi mantan masa lalunya. Cemburu, jelas, tapi saya
berpikir bahwa sedekat apapun, dia masih ‘orang lain’.
Saya
pernah berhubungan dekat (pacaran) dengan seseorang, yang kemudian sekarang
jadi mantan saya, bahkan saya sudah lamaran ketika itu. Tetapi saya masih tidak
bisa membuat aturan ini itu, yang kemudian menjadikan itu beban saya.
Sekalipun,
saya tidak pernah bilang “Hey, kamu masih suka komunikasi dengan mantan kamu?”,
atau “Sayang, aku ga suka ya kamu masih whatsApp-an sama si A atau si B”. saya
tidak pernah melakukannya, meski saya bisa saja barangkali.
Padahal
saya selalu melihat percakapan dia dengan ‘mantan-‘mantan’ di masa lalunya. Bukan
percakapan semacam “Hey, harga mobil berapa sekarang?”, atau “Hai, tempat yang
dulu kita pernah ke sana, apa namanya? Aku mau ke sana lagi, lupa”.
Bukan,
bukan percakapan semacam itu. Saya tidak sebodoh itu untuk cemburu pada
percakapan penting mereka, tidak serendah itu untuk mencemburui hal-hal yang
tidak seharusnya.
Tapi,
bagaimana jika percakapan mereka “Hey, rambut kamu dipotong yaa, hey rambut
kamu dilurusan ya, bagus, coba liat dong kirim photonya”. Wait…? What? Oke sabaaarrr…
Tapi,
bagaimana jika percakapan mereka “Hi, tahun baru kamu ke mana? Kok gak ke
Bandung aja? Hey, ketemuan yuk aku di sini nih. Hey, aku mau ke Jepang, maaf
yaa aku gak bisa nepatin janji, dulu aku mau ngajak kamu”. Wait…? What…?
Oke
masih harus sabaaarrr…
Mengapa(?)
Bukankah
saya memiliki cemburu yang sangat besar(?) kenapa saya biarkan percakpan
semacam itu ada(?). Karena cemburu saya tidak untuk orang lain. Meski bahkan
saat itu dia sudah jadi tunangan saya.
Sekarang,
mantan saya sudah menjadi suami, sudah menjadi milik saya. Apakah saya masih
bisa bilang “sabaarr…” pada percakapan ‘tidak penting’ semacam itu(?) tentu
saja tidak.
Tapi,
saya bukan yang kemudian marah yang menjadikan hal semacam itu materi keributan
dalam rumah tangga saya yang baru kami jalani sebulan ini. Saya punya materi
marah-marah yang lain.
Bagaimana
saya menyikapi percakapan-percakapan ‘gelap’ suami saya dengan orang-orang di
masa lalunya(?)
Saya
delete.
Cemburu
itu, marah itu, akan semakin besar ketika saya melihat, membaca lagi dan lagi.
Segampang
itu(?)
Bagaimana
kalau suami saya kemudian diam-diam kembali menghubungi masa lalunya(?)
Saya
percaya, dia tidak akan melalukan hal itu (lagi), Atau ketika kepercayaan saya
sudah habis, setidaknya saya sangat percaya Tuhan akan menjaga hati suami saya.
Ketika ternyata suami saya tidak lagi bisa digenggam kepercayaannya, semesta
akan menunjukkan bagaimanapun caranya.
Itu
sebab saya menulis ini.
Dear,
mantan, yang sekarang sudah menjadi suami saya. Jangan sesekali berpikiran
untuk bermain api. Saya menghargai masa lalu kamu, setidaknya kamu bisa
menghargai saya saat ini. Kenapa saya membenci perbuatan kamu, karena saya juga
tidak pernah melakukan perbuatan semacam itu.
Hey,
sayang, bukan hanya kamu, saya pun bisa melakukan hal serupa. Tapi tidak akan,
selama saya menghargai diri saya sendiri, saya menghargai cinta yang saya
punya. Cinta saya sempurna, tidak bisa saya lukai.
Mencintai
itu, saling. Tidak bisa masing-masing. Tidak bisa saya sendiri mati-matian
menjaga hati, sementara kamu tidak. Tidak bisa kamu mati-matian setia,
sementara saya tidak.
Ketika
kamu adalah milik saya, maka semuanya adalah milik saya, penuh.
Saya
percaya, itu sebab saya memilih kamu J
0 Comments
Silahkan tinggalkan pesan di sini: