Judul: Perempuan di Titik Nol (Women at Point Zero)
Penulis: Nawal el-Saadawi
Pengantar : Mochtar Lubis
Penerjemah : Amir Sutaarga
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan : Ke-10 Juni, 2010
Tebal: xiv + 156 halaman
“Saya tahu bahwa profesi saya telah diciptakan oleh lelaki, dan bahwa lelaki menguasai dua dunia kita, yang di bumi ini dan yang di alam baka. Bahwa lelaki memaksa perempuan menjual tubuh mereka denga harga tertentu, dan bahwa tubuh paling murah dibayar adalah tubuh sang isteri. Semua perempuan adalah pelacur dalam satu atau lain bentuk. Karena saya seorang yang cerdas, saya lebih menyukai menjadi seorang pelacur yang bebas daripada menjadi seorang isteri yang diperbudak.”
Bersiap untuk membaca novel ini sampai habis, bersiap untuk merasakan pedih. Kepedihan sebagai sesama 'perempuan' yang selalu dianggap manusia kelas dua oleh budaya
patriarki masyarakat
Mesir.
Nawal El-Saadawi berhasil membuat karya semi-memoar tentang
Firdaus, narapidana wanita yang (dengan susah payah) akhirnya berhasil ditemuinya dalam salah satu risetnya mengenai penyakit syaraf (
neurosis) di sebuah sel penjara.
Sinopsis
Novel Perempuan di Titik Nol bercerita tentang Firdaus, seorang pelacur sukses yang kini menunggu hukuman mati di
Penjara Qanatir karena telah membunuh seorang laki-laki. Ia menolak semua pengunjung dan tidak mau berbicara dengan siapa pun. Ia biasanya tidak menyentuh makanan sama sekali dan tidak tidur sampai pagi hari. Ia bahkan menolak menandatangani permohonan keringanan hukum dari hukuman mati menjadi hukuman kurungan.
Firdaus menolak pemberian grasi tersebut, dan mengatakan bahwa hukuman mati adalah bentuk kebebasan yang ia paling inginkan.
Sehari sebelum ia dihukum mati, akhirnya ia mau menemui
Saadawi,
Firdaus menceritakan kisahnya pada El Nawawi El-Saadawi
Selamat membaca
review menyayat
Kisah Seorang Pelacur
Firdaus kecil tinggal di lingkungan keluarga yang serba kekurangan, bahkan seringnya mereka menahan lapar di tengah malam karena kehabisan makanan.
Ibu Firdaus adalah seorang perempuan lemah yang harus tetap melayani sang suaminya, lelaki yang sama sekali tak memberikan afeksi dan perhatian kepada anak-anaknya
“Jika salah satu anak perempuannya mati, Ayah akan menyantap makan malamnya, Ibu akan membasuh kakinya dan kemudian ia akan pergi tidur, seperti yang ia lakukan setiap malam. Apabila yang mati itu seorang anak laki-laki, ia akan memukul Ibu, kemudian makan malam dan merebahkan diri untuk tidur. Ayah tak akan pergi tidur tanpa makan malam terlebih dulu, apapun yang terjadi. Kadang-kadang apabila tak ada makanan di rumah, kami semua akan pergi tidur dengan perut kosong. Tetapi dia akan selalu memperoleh makanan.”
Di awal,
Nawal telah menyuguhkan banyak adegan yang membuat pembaca bergidik ngeri.
Setelah orangtuanya meninggal,
Firdaus tinggal di rumah pamannya.
Sang paman yang selalu lebih disayanginya daripada ayah dan ibunya. Walaupun sang paman kerap menggerayanginya,
Firdaus diberikan kesempatan untuk bersekolah, bahkan hingga SMA.
Meski ia harus dikirim ke sekolah asrama, karena pamannya menikah, dan istrinya tidak suka pada
Firdaus.
Tamat SMA,
Firdaus kembali ke rumah paman dan bibinya.
Firdaus ingin melanjutkan kuliah. Namun jawaban pamannya membuat ia sakit hati.
“Apakah yang akan kau perbuat di Kairo, Firdaus?”
Lalu saya pun menjawab,
“Saya ingin ke El Azhar dan belajar seperti Paman.”
Kemudian ia tertawa dan menjelaskan bahwa
El Azhar hanya untuk kaum pria saja.
Bingung akan 'dikemanakan' si remaja
Firdaus, karena bibinya tidak mau mebiayai hidup apalagi kuliahnya. Akhirnya Paman bibinya menjual
Firdaus untuk dijadikan istri oleh kakek tua berumur 60 tahun.
Syekh Mahmoud, suami
Firdaus bukan hanya tua tapi dia juga punya luka di wajahnya, yang bahkan ketika memaksa
Firdaus bercinta, luka di wajahnya yang seperti bisul bernanah mengeluarkan bau busuk seperti bangkai anjing. Sangat menjijikan.
Bukan hanya luka di wajah,
Syekh Mahmoud juga punya luka di hati. Ia kerap memukul dan menendang
Firdaus karena dianggap boros dan menghamburkan uangnya.
Firdaus akhirnya melarikan diri. Dalam pelariannya melarikan diri, ia bertemu beberapa lelaki yang awalnya membantu kemudian memperkosanya setiap hari, dan bahkan memukulnya.
Firdaus terus berlari dan berjuang meloloskan diri. Perjuangan perempuan yang kebingungan mengenai takdir dari kaumnya.
Hingga akhirnya ia bertemu dengan
Sharifa. Perempuan cantik, pelacur kelas atas, yang kemudian membantunya menjadi lebih cantik. Perempuan yang membawakan satu, dua, tiga laki-laki (yang lebih bersih) untuk meniduri
Firdaus, setiap hari. Tanpa tahu dia menghasilkan uang banyak dari 'pekerjaan' itu.
Firdaus tidak sadar, bahwa dirinya telah dimanfaatkan
Sharifa untuk menghasilkan uang. Salah seorang lelaki yang mendatangi kamarnya itulah yang kemudian menyadarkannya.
Lelaki itu bilang bahwa
Shafira sudah menghasilkan uang banyak dari 'menjual'
Firdaus. Sekali lagi,
Firdaus kabur dari tempatnya tinggal.
Di jalan pelariannya,
Firdaus kembali diajak dan diancam bercinta oleh seorang polisi. Kemudian dicampakan. Hingga ia bertemu seorang lelaki bermobil mewah, menawarkan tumpangan.
Lelaki itu membawa Firdaus ke rumahnya yang besar, memandikannya, dan menidurinya.
Pagi harinya, saat
Firdaus akan pergi, lelaki itu memberinya sepuluh pon. Uang pertama yang ia hasilkan dari ‘pekerjaan’-nya.
Berkat sepuluh pon pertamanya, keberanian dan kepercayaan diri
Firdaus tumbuh. Ia mulai berani menolak dan memilih lelaki yang diinginkannya, dan memasang harga yang mahal atas tubuhnya. Dengan harga yang sangat mahal.
Ia kemudian menjadi pelacur yang sukses, yang memiliki sebuah apartemen, seorang koki, seorang ‘manajer’, rekening bank yang terus bertambah, waktu senggang untuk bersantai atau jalan-jalan, serta kawan-kawan yang ia pilih sendiri sesuai keinginannya.
Namun kata-kata "hina" dan "tidak terhormat" selalu menghantui
Firdaus. Iya, ia ingin menjadi wanita terhormat. Pekerjaan yang terhormat.
Dengan ijazah sekolah menengah serta kesungguhannya,
Firdaus mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan industri besar. Di perusahaan tempat ia bekerja, terjadi kesenjangan yang lebar antara karyawan berpangkat tinggi dan karyawan rendahan. Banyak karyawati yang merelakan tubuh mereka pada para atasan agar lekas naik pangkat atau agar tidak dikeluarkan. Miris
Namun
Firdaus tidak menghargai dirinya semurah itu, terlebih karena pengalamannya yang biasa dibayar dengan harga sangat mahal. Tidak seorang pun di perusahaan itu yang bisa menyentuhnya.
Suatu hari,
Firdaus bertemu seorang pria bernama
Ibrahim. Ia mencintainya. Mereka saling mencintai.
Firdaus sudah akan mengubah sungguh-sungguh jalan kehidupannya, menjadi wanita terhormat, dengan pekerjaan terhormat. Dicintai dan mencintai.
Tapi, tiba-tiba perasaanya mendadak hancur ketika
Ibrahim bertunangan dengan putri presiden direktur demi jabatan. Ini penderitaan paling sakit yang pernah ia rasakan.
Selama menjadi pelacur, perasaannya tak pernah ambil bagian, namun dalam cinta, perasaanlah yang jadi pemain utama.
Firdaus memutuskan keluar dari perusahaan itu. Ia kembali menjadi pelacur. Pelacur yang sukses. Lebih sukses dari sebelumnya.
Puncak cerita ini,
Firdaus bertemu seorang lelaki yang memaksa untuk jadi germo yang akan melindunginya.
Firdaus menolak karena yakin ia bisa melindungi diri sendiri. Firdaus mencoba melawan
Marzouk. Namun
Marzouk dengan pisau.
Ketika
Marzouk akan mengambil pisau dari kantungnya,
Firdaus cepat mendahuluinya, dan menikamkan pisau itu dalam-dalam ke leher
Marzouk, mencabutnya, menusukkan ke dada
Marzouk, mencabutnya lagi, lalu menusukkan lagi ke perut
Marzouk, lalu menusukkannya ke hampir seluruh bagian tubuh
Marzouk.
Dengan perasaan lega,
Firdaus meninggalkan tempatnya.
Di tengah perjalanannya,
Firdaus bertemu dengan
pangeran Arab yang membayarnya sangat mahal. Setelah tidur,
Firdaus dengan kebenciannya marah ketika
pangeran Arab itu menyerahkan uang. Maka uang itu ia cabik-cabik menjadi serpihan-serpihan kecil.
Mereka terlibat perdebatan dan berujung pertengkaran.
Pangeran Arab itu menganggap
Firdaus gila, ia berteriak sampai datang polisi.
Firdaus diborgol dan dibawa ke penjara.
Firdaus menolak untuk mengirim surat permohonan keringanan hukum karena menurutnya ia bukan pejahat, para lelakilah yang penjahat.
Novel ini adalah kisah nyata dari sepenggal cerita hidup perempuan yang dipaksa takdir melacurkan harga dirinya. Hingga hidup kemudian menjadikannya sebagai seorang pembunuh. Untuk membuktikan bahwa perempuan tidak selalu harus dinistakan, dibuat bertekuk lutut, diperbudak.
Firdaus senang, ia dipenjara bukan karena kesalahannya membunuh. Tapi karena para lelaki itu takut padanya.
Membiarkan
Firdaus hidup sama dengan membiarkan mereka perlahan mati. Membiarkan hukum 'menomor-duakan perempuan' perlahan hilang.
Firdaus senang, dengan tenang ia menerima hukuman matinya. Hukuman yang paling ia nantikan.