Judul: Saman
Penulis: Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
ISBN : 978-979-91-0570-7
Tebal : 206 halaman
Cetakan : ke-31, Mei 2013
Kebebasan yang kita dapat hari ini bukan dari sananya. Kemerdekaan yang hari ini kita nikmati, atau barangkali malah mulai kita benci, dulu diperjuangkan oleh orang-orang yang rela dianiaya. Seperti Saman. - Halaman 203, dalam catatan pengarangSinopsis
Empat perempuan bersahabat sejak kecil. Shakuntala si pemberontak. Cok si binal. Yasmin si "ja'im". Dan Laila, si lugu yang sedang bimbang untuk menyerahkan keperawanannya pada lelaki beristri. Tapi, diam-diam dua di antara sahabat itu menyimpan rasa kagum pada seorang pemuda dari masa silam: Saman, seorang pastor yang akhirnya memilih untuk meninggalkan panggilan imamatnya demi menjadi aktivis di antara kaum miskin. ia pun menjadi buron dalam masa rezim militer OrdeBaru sehingga harus melarikan diri ke luar negeri.
Kepada Yasmin, atau Lailakah, Saman akhirnya jatuh cinta?
Membaca Saman, bersiap untuk membolak balik perasaan, antara manisnya romansa, seramnya cerita mistis, vulgarnya hubungan seksual, kekejaman order lama, dan dilema hati manusia menentukan kehidupan dan cinta.
Ayu Utami membuat pembaca jungkir balik dengan isi cerita yang sangat berubah-ubah, runut, dan tidak bisa berhenti sampai bertemu dengan titik penutup.
Mari kita mulai review singkatnya
Tokoh utama novel ini terlalu banyak, empat di antaranya adalah Yasmin Moningka, Laila, Shakun Tala, dan Cok. Mereka punya pembimbing rohani yang sama, Athanasius Wisanggeni.
Empat sekawan dengan karakter yang berbeda-beda, dan nasib hidup yang sangat berbeda. Diceritakan dalam sudut pandang masing-masing, dengan latar belakang kisah masing-masing. Kisah yang semuanya sangat menarik.
Saman, adalah sebuah nama yang akhirnya dipilih Athanasius Wisanggeni atau Wis. Setelah ia jadi buronan kekejaman rezim orba di tahun 80an sampai tahun 90an yang terkenal dengan pemerintahannya otoriter pada zaman itu.
Otoritas pemerintahan yang menjadikan Wis tak berdaya, setelah melakukan 'pemberontakan' pada pemerintah untuk bertindak sewenang-wenang dan menentang peraturan penguasa yang menekan petani di daerah Lubukrantau.
Kepeduliannya pada gadis gila bernama Upi, membuat Wis melakukan banyak hal untuk melindungi gadis itu, desanya, dan lahan perkebunan mereka di desa Lubukrantau.
Penguasa yang tidak suka dengan tingkah Wis dan perlawanan desa Lubukrantau, menjadikan Wis dan semua warga desa tawanan. Menyiksa Wis setiap hari, meneror warga dengan pemerkosaan pada para wanita, dan yang berujung membakar desa. Termasuk membakar Upi.
Wis lari, dan terus berlari, ia berusaha kembali ke gereja tempat asal ia tinggal dan menjadi pastor di Perabumulih. Bahkan gereja pun tidak sanggup menyelamatkannya.
Bagaimana dengan Laila yang sejak kecil mencintai Wis, kemudian setelah dewasa cintanya beralih pada Sihar, pria beristri, dan berharap pertemuan selanjutnya akan menjadikan mereka melakukan hal lebih erotis?
Bagaimana dengan masa lalu Shakuntala yang menjadikan ia begitu benci pada ayahnya. Kemudian ia memilih pergi dan menetap di New York sebagai penari?
Bagaimana Cok yang memilih menjadi binal dan bersedia menyerahkan keperawananya sejak SMP?
Bagaimana dengan Yasmin, perempuan paling cerdas, pengacara sukses, dengan orangtua berduit yang menjadikan hidupnya sangat mudah. Pernikahan yang terlihat sempurna. Perempuan dengan nasib 'terbaik' di banding ke-tiga sahabatnya yang lain. Perempuan yang menyimpan banyak rahasia?
Yang sembunyi dari suaminya, dari ke-tiga sahabat dekatnya, bahwa ia dan Wis saling mencintai, dan berjanji saling bertemu untuk memuaskan hasrat mereka berdua.
Akhirnya kepada empat sahabat inilah, Wis melarikan diri. Dengan bantuan ke-empat sahabat ini, Wis melakukan penyamaran, lari ke New York.
Athanasius Wisanggeni, seorang calon pastor, yang beralih menjadi seorang Aktivis Hak Asasi Manusia, dengan mengubah namanya menjadi Saman.
***
Novel Saman telah diterjemahkan dalam bahasa asing, diantaranya : Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, Prancis, Czech, Italia, dan Korea
Saman adalah pemenang Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998
Novel ini juga mendapat penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri karena dianggap telah mendobrak hal yang tabu sekaligus memperluas cakrawala sastra.
0 Comments
Silahkan tinggalkan pesan di sini: