RUU Ketahanan Keluarga Tentang “Kewajiban Istri” Tuai Kritik dan Dinilai Patriarki, Bener Gak Sih?
image by https://awsimages.detik.net.id/ |
Hi, blogger…
Agak berat nih topiknya. Semoga gak
jadi beban ya bacanya.
Ini sih tema yang bisa bikin emak-emak
pada ngumpul. Tongkrongan ibu-ibu zaman now yang dibahas Undang-undang, keren
ya?
Soalnya ini dari beberapa hari emang
lagi rame dan trending di kelompok perempuan, terutama ibu yang merasa
‘dirugikan’ dengan adanya RUU Ketahanan Keluarga yang katanya sih, sekarang
masih dikaji ulang sama pemerintah.
Sebenarnya kalau googling lebih banyak,
ada beberapa poin yang memang dikritik netizen, bukan hanya perkara ‘diskriminasi
gender’ atau patriarki. Salah duanya, protes tentang
- Dinilai mengerdilkan agama
- Dianggap menghina kelompok tertentu
* Dinilai mengerdilkan agama, contohnya:
Pasal 16
(1) Setiap anggota Keluarga dalam penyelenggaraan
Ketahanan Keluarga, berkewajiban antara lain untuk:
a.
berperan serta dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga;
b.
menaati perintah agama dan menjauhi larangan agama berdasarkan agama yang
dianut;
c.
menghormati hak anggota Keluarga lainnya;
d.
melaksanakan pendidikan karakter dan akhlak mulia; serta
e.
mengasihi, menghargai, melindungi, menghormati anggota keluarga;
Beberapa
aktivis mengatakan kalau ini semua sudah diatur dalam agama masing-masing. Bahasa
kasarnya, “Ngapain dibikin UU lagi, Cuy”
* Dianggap
menghina
kelompok tertentu ketika membaca
Pasal 33
(2)
Tempat tinggal yang layak huni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
memiliki karakteristik antara lain:
a.
memiliki sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik;
b.
memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara Orang Tua dan Anak serta
terpisah antara Anak laki-laki dan Anak perempuan;
c.
ketersediaan kamar mandi dan jamban yang sehat, tertutup, dapat dikunci, serta
aman dari kejahatan seksual.
Beberapa
aktivis dan pejuang kesejahteraan masyarakat kurang mampu merasa bahwa ini
penuh stigma dan menghina orang miskin. Keluarga yang tidak mampu memenuhi aturan
itu masa iya dianggap melanggar hukum. Seharusnya ini justru urusan pemerintah
untuk memenuhi hak ekonomi sosial budaya, terutama untuk warga tidak mampu.
Beberapa pasal lain yang juga menuai kontroversi bisa dilihat di sini:
image by https://www.liputan6.com/ |
Ini pasal yang jadi sorotan emak-emak.
Pasal 24
(3)
Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
a.
wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b.
menjaga keutuhan keluarga; serta
c.
memperlakukan suami dan Anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak
sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang- undangan
Sementara
kewajiban suami di,
Pasal 25
(2) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), antar lain:
a. sebagai kepala Keluarga yang bertanggung jawab untuk
menjaga keutuhan dan kesejahteraan Keluarga, memberikan keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuannya
Saya soroti
pasal 24 ayat 3a, karena itu yang jadi bahan gunjingan emak-emak modern zaman
now.
Para perempuan dan ibu-ibu mengganggap pasal ini identik dengan budaya patriarki, yang seharusnya di era ini sudah dihilangkan. Masa iya perempuan tuh tugasnya cuma ngurus rumah, wajib memastikan kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Sebaik-baiknya. Bagaimaan dengan ibu bekerja, yang harus juga ikut mencari nafkah. Mereka juga gak wajib, tapi mau kok ikut cari uang. Bagaimana dengan tugas suami dong?
Para perempuan dan ibu-ibu mengganggap pasal ini identik dengan budaya patriarki, yang seharusnya di era ini sudah dihilangkan. Masa iya perempuan tuh tugasnya cuma ngurus rumah, wajib memastikan kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Sebaik-baiknya. Bagaimaan dengan ibu bekerja, yang harus juga ikut mencari nafkah. Mereka juga gak wajib, tapi mau kok ikut cari uang. Bagaimana dengan tugas suami dong?
Pertanyaannya,
benarkah RUU baru ini bersifat patriarki atau diskrimasi gender?
Apakah karena
kewajiban istri termasuk wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya; ini
jadi beban kekinian? Di mana perempuan seharusnya sudah sama rata dengan para suami.
Btw,
kalau ibu-ibu itu mau membuka kembali UU Nomor 1 tahun 74 (UU sebelumnya),
bukankah di BAB Hak dan Kewajiban Suami Isteri, Pasal 34 ayat 2 juga sama ya? Coba
dibuka lagi UU-nya!
Kenapa
baru diprotes sekarang? Hehehe
Mungkin karena
kalimat “wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”, sementara para
suami “… memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”
image by www.ukhuwahanakkuliah.com |
- Pendamping suami dan melayani suami
- Pengasuh dan penjaga anak-anak
- Guru, sahabat, motivator untuk suami dan anak-anak
- Manager sekaligus bendahara dalam rumah tangga
- Perawat bagi suami dan anak-anak
- Juru masak dan cleaning service untuk rumah tangga
Itu hal yang biasa secara fitrah.
Bagaimana dengan wanita bekerja? Jelas tidak melepaskan
diri dari fitrah, sementara kewajiban suami memenuhi kebutuhan dan menjamin
kebahagiaan istri dan anak-anak di rumah.
Pendeknya, gak usah teriak patriarki dulu kali ya,
sebelum mengkaji maksudnya seperti apa. Toh tidak ada larangan perempuan
bekerja, diskriminasi gender juga rasanya tidak.
Allah subḥānahu wataʿālā berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” [Al-Baqarah : 228]
Notes : untuk yang mau baca lengkap RUU Ketahanan Keluarga bisa check link ini
Line Today : Draf Lengkap RUU Ketahanan Keluarga
0 Comments
Silahkan tinggalkan pesan di sini: