Anak sosmed mana kamu?
Social Media atau Media Sosial dalam Bahasa
Indonesia berarti sebuah interaksi kemasyarakatan (sosial) di dalam sebuah
wadah (media). Artinya ada tempat untuk berinteraksi, dalam hal ini medianya
berupa platform online.
Kenal dong sama Facebook, Instagram, Twitter atau LinkedIn?
Bisa
jadi kita semua punya akun di semua platfrom yang saya sebutkan barusan. Terutama
generasi milenial, generasi yang dimulai dari kelahiran awal 80’an sampai
pertengahan tahun 90’an.
Termasuk saya. Saya memiliki akun di semua platform
Facebook, Twitter, Instagram, dan LinkedIn.
Tapi nyadar gak sih, ketika kita menjelajah ke timeline
masing-masing platform, ada perbedaan yang sangat besar ketika kita
membandingkan di antar ke-empatnya.
Bukan cuma perbedaan halaman antar muka, logo, fitur,
tampilan, tapi juga typical manusia-manusia yang punya akun di sana.
Dan yang akan saya soroti, tentu saja bukan hanya jenis
tampilan atau fitur, lebih dari itu. Secara fungsi dan perilaku para penggunanya
pun sangat terasa bedanya.
Kalau mungkin kalian anak aktif Facebook, coba deh main-main
ke timeline Twitter. Pasti ngerasa asing dan aneh. Atau jangan coba-coba lontarkan
jokes receh ala anak twitter di kolom komentar Instagram, bisa-bisa kalian
diserang karena salah kamar.
Yup, beda social media ternyata beda cara mainnya.
Jadi, "Anak
sosmed mana kamu sekarang?"
Sebelum kita bahas keseharian, ada baiknya saya beri sebuah
pengantar tentang media sosial yang pernah saya baca menurut Andreas Kaplan dan
Michael Haenlein.
Definisi media sosial menurut Kaplan dan Haenlein adalah sebuah
kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun atas dasar ideologi dan
teknologi Web 2.0 yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran "user-generated
content".
Menurut Kaplan & Hanelein, ada beberapa jenis media
sosial, empat di antaranya yang berfungsi sebagai:
Collaborative projects
Media sosial yang dapat membuat konten dan dalam
pembuatannya dapat diakses oleh khalayak secara global.
Contoh : Wikipedia, Wiki Ubuntu-ID, wakakapedia, dll
Blogs and microblogs
Dapat membantu penggunanya untuk tetap posting mengenai
pernyataan apapun sampai seseorang mengerti
Contoh : Blogger, WordPress, Twitter, Tumblr, Kaskus, dll
Content communities
Aplikasi yang bertujuan untuk saling berbagi video atau
gambar dengan seseorang baik itu secara jarak jauh maupun dekat
Contoh : YouTube, Vimeo, Flickr, dll
Social networking sites
Situs yang membantu seseorang untuk membuat profil dan
menghubungkan dengan pengguna lainnya
Contoh : Facebook, Instagram, Friendster, LinkedIn
Dari tujuan diciptakannya pun social media memang sudah beda
fungsi. So, gak heran kalau perilaku user-nya pun berbeda-beda. Meski kekinian,
hampir semua social media dibuat jadi wadah untuk CURHAT colongan, hehe.
Bagaimana saya membedakan ke-empat social media ini berdasarkan
fungsi sehari-hari?
Facebook
Saya mulai dari Facebook, social media pertama yang saya
buat sejak 2008. Dibuat untuk berbagi status aktivitas atau feeling keseharian.
Di awal tidak ada faedahnya sih selain nyari teman sebanya-banyaknya. Update status
alay, posting foto, atau saling berbagi komentar dengan teman baru.
Kekinian saya
alih fungsikan Facebook jadi alat untuk sekadar ‘punya akun’, tidak ada
postingan apapun. Tapi saya aktif mengikuti banyak komunitas atau grup. Mulai dari
komunitas blogger, penulis freelance, ibu produktif, group jualan area
Jabodetabek, sampai grup penyewaan apartement di luar negeri.
Semua grup yang saya butuh untuk mencari informasi, saya
temukan di Facebook. Bukan lagi berbagi aktivitas keseharian atau upload foto
selfie.
Twitter
Di awal tahun 2010-2012, saya pernah jadi ‘anak twitter
banget’. Tiada hari tanpa cuitan, tentang apapun. kebanyakan tulisan pendek
bentuk puisi, kata bijak, dan berbalas retweet dengan teman baru. Seru. Tapi memang
tidak pernah difungsikan untuk posting foto apalagi jualan product.
Kekinian akun saya sudah hidup segan mati tak mau. Tapi masih
ada 1 hal yang bisa difungsikan, share link blog. Setelah saya menulis blog,
saya bisa promote link di twitter. Simple.
Instagram
Aktif di Instagram sejak Oktober 2013, tidak banyak yang
diposting selain foto pribadi dengan caption gak nyambung. Hits pada masanya
hehe. Kemudian beralih fungsi sejak menikah dan punya anak. Instagram saya buat
sebagai microblog untuk membuat tulisan pendek, tentang parenting, lifestyle, kehidupan
pernikahan, perasaan dan lain-lain dan sebagaianya. Instagram juga kadang saya
jadikan tempat untuk scroll timeline para penjual olshop, terutama review
skincare. Sudah.
LinkedIn
Gabung di platform ini sejak 2015. Tapi mulai aktif, rajin
buka dan bersih-bersih following followers justru di awal 2020. Saya merasa ini
adalah salah satu media yang paling saya butuhkan dan paling sesuai untuk saat
ini.
LinkedIn tempat di mana para professional berkumpul, semua
yang di-share tidak ada satupun yang tidak berfaedah. Kita bisa memfilter
semua info yang hanya ingin kita dapatkan. Terutama info karir.
Yup, jangan harap ada di sini melihat review skincare, joget alay macam anak
Tiktok, jualan baju online, apalagi curhat masalah kehidupan ‘duh anakku udah
bisa ngapain’ di sini.
Saya menjura pada Reid Hoffman dan Jeff Weiner yang sudah
menciptakan wadah jaringan professional yang dikhususkan untuk para pekerja. Hanya
ini satu-satunya platform yang paling membuat saya betah berlama-lama buka.
Untuk sekadar mencari informasi tentang lowongan pekerjaan, ilmu
dunia kepenulisan, link berbagai komunitas, para professional yang berbagi ilmu
gratis, terhubung dengan teman dengan update pekerjaan mereka, mengetahui background
pekerjaan dan Pendidikan orang lain. Bisa memahami karakter dari apa yang sudah
mereka kerjakan selama ini. Memandang orang dari profesi mereka, bukan dari status
sosial apalagi kepo dengan keseharian orang lain.
Memasuki usia yang sudah tidak lagi muda, dan sudah
menghabiskan masa belasan tahun pernah jadi ‘alay’ di sosial media. Faktanya sekarang
saya jauh lebih membutuhkan segala hal yang paling berfaedah untuk karir dan
kehidupan saya.
Tidak pernah peduli dengan apa yang orang lain lakukan, kehidupan
pribadi mereka, apalagi iseng melihat isi WhatsApp atau Instagram story seseorang
yang bukan siapa-siapa saya.
Siapapun bisa berselancar di social media, bisa melakukan
apapun, cerita apapun, posting apapun, komentar apapun, melihat kehidupan orang
lain tanpa privacy. Tergantung siapa yang mengaksesnya.
Saya memilih untuk tidak begitu peduli, berusaha bersosial
media sesuai dengan fungsi platfrom masing-masing. Seperti ini, saya menulis di
blog pribadi, untuk diri sendiri. Jika ada teman yang baca dan suka, terima
kasih.
Jangan lupa kunjungi LinkedIn saya di Siti Aisyah Ayya Az Zahir.
Di sana hanya ada para professional, dijamin gak ada alay,
bebas dari sista-sista yang spam ‘peninggi, pemutih, pelangsing-nya kakak’,
apalagi emak-emak curhat masalah pribadinya.